right_side

Empati Demi Surgawi

Satu Miliar Cinta

My Book.

Pengikut

My Book Cover

My Book Cover

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

Cursor

One Piece Going Merry

Widget


Senin, 22 Desember 2014

Puisi Bingkai

dan pada sebuah ranah yang terkenang
ada bening tak sempat kuutarakan

tiada sambut tak berarti tak turut
mulai dari kata yang tersimpan rapat
dalam dada, mimpi tergelar bak sajadah
itu sujud, genangkan aku

eh, bukan hanya kata tapi tingkah
seperti rangkulan senja pada bukit-bukit
pada bukit-bukit dan awan-awan itu,
sudah kau lukis satu warna
aku ingin senyum di bibirmu
aku ingin hitam di matamu
ini, kuberikan nadi untuk hidupmu
semoga bisa!

Tegalkarang, 16-12-14
21:51

Sabtu, 20 Desember 2014

Buku Melukis Ka'bah


Kumpulan cerpen di dalam buku ini tercipta karena satu bentuk perhatian istimewa dari Bunda Asih Wardhani atas keinginan seseorang untuk menginjakkan kaki ke tanah suci. Karena kasih sayangnya, Bunda Asih ingin mewujudkan keinginan itu. Walau lewat tulisan, rasanya jalan ke Rumah Allah semakin dekat. Di depan mata. Impian ini bukan hanya milik satu orang saja, tapi milik kita semua. Ambil, bacalah, kemudian bagikan kepada orang-orang terkasih.


Judul buku : Melukis Ka'bah
Jumlah Halaman : 275 halaman
Penulis : Asih Wardhani, dkk
cover : soft cover
ISBN : 978-602-71451-2-2
Harga : Rp. 54.900,-

Catatan Pak Isa Alamsyah untuk 19 kisah hebat di buku ini ...

Mengunjungi tanah suci adalah dampaan segenap muslim yang beriman.
Sayangnya sebagian besar hanya menempatkan keinginannya berkunjung ke tanah suci hanya sebatas mimpi tanpa bersungguh-sungguh ingin mendapatkannya.

Saya bertemu banyak orang yang impiannya ke tanah suci terwujud hanya karena memulai dengan langkah sederhana.
Ada seorang muslimah yang impiannya terwujud ke tanah suci 8 tahun setelah memulai tabungannya dengan uang logam senilai Rp 100 rupiah.
Ada seorang ustadzah yang mendapat kesempatan ke tanah suci hanya karena sering bercerita pada temannya betapa ia ingin mengunjungi tanah suci. Sampai akhirnya sang teman mendengar ada peluang umroh gratis dan ia mendapatkannya.
Ada juga seorang ustadz yang terbuka kesempatannya menuju ke mekah hanya karena sengaja mendekati setiap orang yang akan pergi haji dan mengatakan saya sengaja dekat-dekat biar ketularan. Akhirnya salah satu haji memberinya support untuk ke tanah haram.
Insya Allah buku ini adalah salah satu bukti kerinduan para penulisnya untuk mengunjungi tanah suci. Semoga saja Allah menjawab kerinduan mereka dan mengundangnya datang ke sana.
Aamiin.

Isa Alamsyah
===

Pemesanan silakan transfer ke
Rek Bri Syariah AN. Rina Sulistiyoningsih A/C 1020232157
Rek BCA An RIna Sulistiyoningsih A/C 3174016254
Ayo buruan dipesan ya ... Buku ini akan beredar di toko buku kesayangan Anda mulai awal tahun.
Salam

Kontirbutor dalam Buku Melukis Ka'bah:
Asih Wardhani, Ade Junita, Ade Ubaidil, Ajeng Maharani, Ayas Areknina, Dewi Wulansari, Fajriatun Nur, Farida Suryawati, Hanna Dafi, Ida Fitri, Ken Hanggara, Khairiyah Hasibuan, Laila Ila, Laily Putri Hasanah, N. R. Risti, Rein Haart, Rina Rinz, Robi Suganda, Siti Fitriyanti, Yhulis.

Minggu, 07 Desember 2014

Saat Kata Ditiupkan Nyawa




Oleh : Ade Junita
Ya, sejatinya menulis adalah mencipta sebuah dunia. Seperti layaknya dunia sesungguhnya, ada orang denga sifat, watak, rupa dan perasaannya. Ada alam yang didiami manusia itu. Juga ada manusia lain yang sejalan dengan manusia pertama atau bertentangan dengannya. Seperti itulah dunia dalam tangan penulis yang terjelmakan menjadi cerpen, puisi, drama atau novel.
Namun sebagai seorang manusia yang tak pernah lepas dari keterbatasan, kita seringkali dihadapkan pada kebuntuan. Entah dalam hal melanjutkan menulis, entah tiba-tiba kita merasa hambar dengan tulisan yang sedang kita tulis sendiri atau usaha menulis kita mentok pada penentuan tokoh, nama tokoh, latar tempat dan lain sebagainya.
Cerita –dalam hal ini cerpen- adalah jelmaan dari cerita dalam kepala penulis mengenai ‘perasaan’ dan bukan analisis ilmiah yang penuh dengan teori dan pembuktian kasusnya. Karena itu di dalam tulisan ada deskripsi perasaan dan tempat. Bagaimana cara untuk membuat deskripsi perasaan dan tempat atau waktu yang bagus?
1.      Gambarkan Bukan Ceritakan
Gambarkan berarti menuliskan hal-hal kecil dan bukan hal-hal besar yang secara kasat mata dapat dilihat. Coba kita bedakan contoh deskripsi perasaan berikut:
-          Ia menangis tersedu-sedu karena mengingat kematian ayahnya. Ia tidak bisa menerima semua ini.
-          Ada gemuruh dalam dadanya yang tak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri, gemuruh yang memaksa ia untuk tidak menerima kenyataan di hadapannya, juga yang membuat air matanya luluh tiada henti dari kedua bola matanya.
Penggambaran perasaan seperti ini bisa juga dengan melibatkan anggota badan lainnya seperti misalnya lututnya bergetar, dada yang terisak, mata yang memerah. Trik seperti ini biasanya lebih efektif untuk membawa pembaca pada penggambaran yang kita inginkan.
Untuk membuat dekripsi tempat pun tidak jauh beda dengan itu. contoh:
-          Matahari kini tepat mengawang lurus di atas kepala. Panas yang menyengat. Kering tanpa angin sedikitpun yang menghibur. (latar waktu)
-          Asap itu terus saja mengepul memenuhi hampir setiap sudut dapur. Beberapa ikat kayu bakar teronggok di pojok. Wajan dan dua panci menggantung di tiang bambu yang turut menyangga pondasi rumah itu menjadi pemandangan sehari-hari baginya.(latar tempat)
Kendati demikian proporsi antara deskripsi perasaan dan deskripsi tempat jelas lebih banyak deskrpsi perasaan. Ini karena deskripsi tempat hanya sebagai pendukung dari sebuah cerita. Dalam kasus tertentu bisa saja penulis tidak mendeskripsikan tempat sama sekali. Atau bisa juga sebaliknya.
2.      Posisikan Diri Menjadi ‘Sang Tokoh’
Dengan memosisikan diri menjadi sang tokoh, kita bisa mengira-ngira apa yang terjadi pada perasaan tokoh yang kita buat. Seperti yang saya katakan di atas bahwa cerpen adalah jelmaan cerita dari penulis mengenai perasaan maka deskripsi lebih ditekankan pada perasaan seperti contoh di atas. Dan perasaan tersebut akan bisa benar-benar tergalih ketika kita menenggelamkan kita sendiri menjadi tokoh yang kita buat.
Kepekaan kita pada poin ini mempunyai andil yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan sang dokter yang menangani pasien dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas, saat kita menciptakan tokoh seorang dokter. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan tukang becak yang ditagih oleh anaknya sendiri untuk melunasi tunggakan uang sekolahnya, saat kita membuat tokoh tukang becak. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan seorang wanita yang patah hati karena kekasih yang dia cintai ternyata meninggal di pelukan selingkuhannya, saat kita menciptakah tokoh yang sedang patah hati.
3.      Tuliskan Apa Yang Pernah Kita Lihat Dan Kenal
Sebagai penulis pemula tentu kita sering menemukan kesulitan dalam memilih tokoh untuk mewakili cerita kita. Karena itu usahakan memilih tokoh yang pernah kita kenal baik secara dekat atau hanya kenal latar belakangnya. Atau bisa juga kita memilih tokoh yang pernah kita lihat sekilas seperti misalnya kuli angkut di pasar, sopir angkot dll. Dan jangan pernah sekali-kali kita memilih tokoh yang tidak pernah kita lihat atau kenal sama sekali. Hal ini dikarenakan cerita kita akan hambar, monoton dan tak bernyawa.
Dan untuk memperdalam pengetahuan kita pada tokoh yang kita pilih, kita juga bisa menjelajah pada dunia maya. Tentu di sana kita bisa mendapatkan banyak informasi yang bisa membuat penggambaran kita mengenai tokoh yang kita buat semakin matang.
            Akhirnya cerpen bisa dikatakan adalah nyawa kita yang terbagi. Salam Literasi.*

*Penulis adalah pegiat sastra di tanah Cirebon. Beberapa cerpennya telah dimuat dalam koran harian Radar Cirebon dan banyak diterbitkan oleh penerbit indie melalui lomba-lomba yang diadakan di facebook.

Jumat, 08 Agustus 2014

Undangan Teristimewa (Bukan Fiksi)


Pernah kita menerima undangan dari seorang yang kita kenal dan orang itu mempunyai pangkat atau orang itu jauh lebih kaya dari kita? Mungkin ada yang belum dan ada yang sudah. Tapi mari kita bayangkan diri kita mendapat undangan dari orang tersebut yang datang langsung ke rumah kita hanya untuk mengantarkan undangannya. Kemudian dengan senyum yang tidak dibuat-buat orang tersebut masih menganggap kita adalah orang yang dekat dengannya. Tentu kita akan senang mempunyai teman seperti itu.
Namun sayangnya, tanpa kita sadari kita senang dibuai kenyamanan yang memanjakan seperti contoh cerita tadi. Kita senang jika kita dilayani dan bukan melayani. Kita senang jika orang lain mengenal kita dan menganggap kita orang yang dekat dengannya tanpa melihat sudah sampai mana kita berusaha bersikap ramah pada setiap orang meski orang tersebut sering kali membuat amarah kita memuncak.
Begitulah manusia. Ia mudah luput. Dan yang lebih fatal lagi, seringkali kita menyelepekan sebuah undangan yang paling istimewa dalam hidup kita. Sebuah undangan yang tak pernah lelah dikirimkanNya hanya untuk kita. Sebuah undangan yang sebenarnya membuat kita istimewa. Sebuah undangan yang sangat kita butuhkan. Ya, itulah adzan. 
Betapa pemurahNya Alloh kepada kita, padahal kita lebih sering malas untuk bergegas ke masjid saat adzan dikumandangkan. Begitu penyayangnya Alloh kepada kita, padahal kita lebih sering menunda-nunda untuk menemuiNya dan bercakap-cakap denganNya. Begitu mulianya Alloh kepada kita, padahal kita lebih sering pura-pura tidak dengar saat adzan dikumandangkan.
Tak ada undangan yang paling istimewa di dunia ini selain undangan dariNya. Saat kita menyambut undanganNya, Alloh yang langsung menemui kita tanpa perantara lain. DiajakNya kita bercengkrama melalui ayat dan kalam suci dalam takbir, ruku', i'tidal, sujud bahkan sampai salam tak lepas Alloh mengajak kita bercengkrama. 
Tak ada di dunia ini yang memuliakan seorang tamu sebegitu terhormatnya kecuali Alloh, padahal kita hanya sepuhan debu di antara kekuasaannya. DijadikanNya kita kembali bersih dari noda :

"Sesungguhnya apabila seorang muslim menunaikan shalatnya semata-mata karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran sebagaimana daun-daun ini gugur dari rantingnya." (Ahmad- At-Targhib) 

Tak ada di dunia ini yang begitu pedulinya ia pada tamunya kecuali Alloh, dibuatNya kita menjadi pribadi yang bersih bukan hanya sebelum kita menemuiNya tapi juga setelah kita menemuiNya :

 Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)

Bahkan saking sayangnya Alloh pada kita ia menjaga pribadi dan hati kita saat kita sudah sibuk dengan dunia kita :

Dari Ibnu Mas'ud ra. dari Rasulullah saw. sesungguhnya beliau bersabda, "Setiap tiba waktu shalat diutuslah seorang penyeru (malaikat), lalu ia berseru, "Wahai anak Adam, berdirilah dan padamkanlah api yang telah engkau nyalakan untuk membakar dirimu." Maka orang-orangpun berdiri dan berwudu kemudian mengerjakan shalat zhuhur, maka Allah mengampuni dosa mereka diantara keduanya (dari subuh hingga zhuhur), begitu pula jika tiba waktu shalat ashar, maghrib dan isya. Sesudah isya orang-orangpun tidur. (Thabrani - At-Targhib)

Ya Alloh..., sungguh Engkau begitu peduli pada kami padahal seringkali pikiran kami luput dariMu.
Ighfir ya Alloh... Aamiin

Senin, 04 Agustus 2014

Mengenai Tulisan dan Proses


“Menjamu Kopdar dengan Cerpen dan Puisi”


Proses, betapa tidak bisa dipungkirinya menjadi hal yang tak terelak pada sebuah hasil yang memuaskan, dalam hal ini tulisan entah itu puisi, cerpen ataupun novel. Itulah hal yang kami dapat setelah mengadakan Kopdar di sekitar Stadion Bima Cirebon. Kendati hanya dihadiri 6 anggota grup PATP[1] dan 2 orang luar, syukur sekali karena acara tersebut bisa berjalan dengan lancar, formal namun lebih ke santai.
            Beralaskan tikar serta ditemani brownies dan biskuit hasil sumbangan sukarela dari anggota, kami memulai sharing. Kebetulan Mba Linda Hartanti, senior dari kami saat itu yang dua karyanya sudah dimuat dalam majalah Story dan Gadis langsung menyodorkan kedua majalah tersebut di depan kami. Lantas antusiasme kami pun bangkit untuk membahas proses kreatif dalam menulis cerpen sehingga nantinya dapat dimuat di media. Mengenai penolakan yang tidak jelas sama sekali, info lomba, info penerbit dan lain sebagainya.
Setengah jam berlalu, kami terlalu asik dengan pembahasan kami sampai-sampai Ibu pemilik warung menghampiri kami dan menanyakan minuman apa yang hendak dipesan. Ada perasaan tidak enak di dada kami yang sempat melalaikannya padahal kami hanya numpang tempat.
Minuman yang kami pesan datang setelah beberapa menit kemudian. Hawa panas siang itu segera tersirami oleh tegukan demi tegukan. Brownies kembali dikunyah dan perbicangan pun kembali dimulai. Kami membahas satu-persatu naskah dari anggota. Ada cerpen “Lukisan Puisi Berdarah” yang ditulis oleh Neneng Alfiah, seorang pegiat theater di kampus dan tempat tinggalnya. Cerpen ini ditulis 12 November 2012, dan pernah diikutkan dalam event harian grup PATP namun sayang Sang Empu yang memagang event tersebut lupa. Dan akhirnya ada perseteruan kecil untuk menggalih ingatan kembali kapan tepatnya event tersebut.
            Karya pertama yang kami bahas ini bukanlah karya yang cukup matang yang diakui Penulisnya sendiri. Namun begitu, sebagaimana Penulis lainnya yang cenderung malas untuk menilik kembali kekurangan-kekurangan dalam tulisannya, sang Penulis nampak baru menyadari kesalahan-kesalahan tersebut ketika kami bahas bersama. Kesalahan pertama ada pada pembuka cerpen yang kurang –untuk menghindari mengatakan tidak- menarik. Pembuka cerpen yang merupakan ujung tombak nampaknya luput dari kejelian Penulis.
            Selanjutnya adalah susunan paragraf, EYD dan ada beberapa kosa kata daerah dan terbawa dalam cerpen tersebut namun kembali luput dari kejelian Penulis.
            Karya kedua masih dari penulis yang sama adalah sebuah Puisi “Kitab Penantian Sang Perawan” yang pernah diikutkan dalam event pada sebuah grup kepenulisan di facebook. Lagi-lagi Penulis begitu percaya akan diksi, rima dan kekuatan puisi tersebut. Pertanyaan mengapa puisi ini tidak lolos, masih terbenam dalam benak Penulis. Nahh, di sinilah nampaknya peran pengendapan karya begitu diperlukan. Seperti kata Sang Ketua El Fietry Jamilatul Insan (nama facebook) bahwa kita perlu mengendapkan karya kita supaya kita bisa menilai karya kita sendiri secara objektif.
Cinta adalah sebuah alasan untuk selalu kembali ke poros yang sama, meski sesuatu yang menjanjikan kerap muncul dan menggoda untuk diraih.
            Itulah penggalan kalimat pertama dalam cerpen “Persiapan Untuk Pulang” karya Mia Candra Sasmita. Sebuah pembukaan cerpen yang cukup menarik dan bisa mengikat pembaca untuk terus mengikuti cerita di bawahnya. Pun dalam karya ini terdapat beberapa kekurangan dalam segi EYD.
            Sedikit keunggulan dari cerpen yang menurut penuturan Penulisnya merupakan bagian pertama dari sebuah novel adalah adanya beberapa kalimat padat seperti pembukaan di atas. Dan satu kelemahan terdapat pada deskripsi kisah yang terlalu mendominasi keseluruhan cerita. Mungkin perlu diingatkan bahwa deskripsi pada sebuah cerpen ataupun puisi harus selalu seimbang dengan dialog atau lawan deskripsi tersebut secara deskripsi terbagi beberapa macam –suasana, perasaan, cerita, tempat, tokoh dll-. Penulisan deskripsi tersebut bisa dicontoh pada novel-novel karya Afifah Affra seperti tetralogi De Winst, Rabithah Cinta dan Katastrofa Cinta.
            “Cinta, Arti &?” adalah judul karya ketiga, sebuah puisi karya saya sendiri. Ketika pertama kali karya ini disodorkan, tiba-tiba ada pertanyaan yang terlontar dari salah satu anggota…
            “Memangnya judul seperti ini boleh?” begitu tanya Mba Linda Hartanti.
            Masih seperti kata Mba El Fietry Jamilatul Insan bahwa puisi adalah kebebasan dalam pengungkapan maka judul seperti puisi di atas tentu boleh. Bahkan ada kemungkinan puisi hanya ditulis dengan memainkan atau menggunakan tanda baca saja. Namun begitu nampaknya dalam karya ini pun ada satu kelemahan.
dari yang akhirnya dia namakan cinta
ternyata aku datang hanya dengan dua warna
hitam dan kuning,
            Perhatikan kata yang bergaris bawah di atas, perlu penjelasan lebih lanjut mengenai kenapa warna hitam dan kuning yang dipilih penulis, kenapa pula warna kuning untuk melambangkan cinta. Di sini Penulis mengambil deskripsi perasaan cinta yang dirasakan oleh tokoh utama dalam  novel TABULARASA karya Ratih Kumala, salah satu novel yang menjadi juara II pada Sayembara Novel DKJ tahun 2003. Dan hal tersebut meskipun banyak yang mengetahui namun lebih banyak yang tidak mengetahui. Saya jadi ingat dengan pembahasan yang sering saya temukan dalam majalah Horison bahwa puisi memang tidak terlepas dari latar belakang kehidupan penulisnya.
            Meski demikian puisi yang sedikit mendapat kritikan dari anggota ini, masih perlu dibenahi, secara kelemahan di atas terdapat pada bait pertama. Dan kesalahan dalam puisi meskipun itu satu namun fatal.
            Good Day Freeze dalam gelas anggota masing-masing sudah lebih dari setengahnya tandas. Angin kencang beberapa kali menerpa dengan debu-debu dan rumput kering yang mati kemudian tercerabut. Perbincangan di antara kami masih hangat. Masing-masing anggota masih mengemukakan ide dan kritiknya. Sampai pada karya terakhir yang kami bahas. Cerpen “Forbidden Love” karya Fitriyani[2] merupakan cerpen bergenre fantasi romance. Menceritakan seorang Putri Neorita yang hendak dilamar oleh Pangeran Zein yang tidak lama lagi akan memegang tampuk pemerintahan. Tapi tunggu sebentar…melihat judul yang dipilih oleh Penulis dan cerita yang disodorkan dalam cerpen tersebut sepertinya tidak cocok. Maaf saya beru menyadari hal ini saat menulis ringkasan ini. Cerpen atau novel fantasi bisa langsung terlihat atau terasa dari judul. Nahh, dari judul cerpen karya terakhir yang kami bahas tersebut apakah sudah terasa fantasinya? Bukankah lebih terasa ke arah tulisan yang bergenre romance?
            Fitriyani sepertinya harus lebih gigih lagi dalam membuat deskripsi karena hampir semua deskipsi dalam cerpen tersebut terkesan monoton seperti membuat cerita anak padahal yang dituju adalah semi dewasa. Penulis juga perlu menyiasati beberapa teknik lainnya seperti teknik plot, flashback dan lainnya yang bisa membungkus cerita menjadi menarik.
            Ide cerita yang sudah pernah ada bisa menjadi menarik ketika penulis menyiasatinya dengan sudut pandang yang lain, flashback yang tepat atau penceritaan yang pintar. Namun ide yang baru tidak akan nampak menonjol ketika dituliskan dengan datar dan monoton.
            “Memang untuk sampai pada kemampuan itu butuh proses yang tidak sebentar,” begitu kurang lebih penuturan Mba Linda Hartanti.
            Itulah akhir dari perbincangan kami. Gelas yang ada di atas meja sudah hampir semuanya kosong. Mba Linda Hartanti yang kebetulan harus pulang lebih dulu tidak sempat ikut berfoto bersama. Kami sangat menyayangkan hal itu. Waktu dzuhur masih ada, kami semua beranjak ke masjid kampus IAIN Sunan Gunung Jati Cirebon. Diakhiri dengan sholat dan doa. Alhamdulillah.


[1] Panggung Aksara Tarian Pena
[2] Ini nama asli dari ketua kami hehehe…

Popular Posts