right_side

Empati Demi Surgawi

Satu Miliar Cinta

My Book.

Pengikut

My Book Cover

My Book Cover

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

Cursor

One Piece Going Merry

Widget


Senin, 04 Agustus 2014

Mengenai Tulisan dan Proses


“Menjamu Kopdar dengan Cerpen dan Puisi”


Proses, betapa tidak bisa dipungkirinya menjadi hal yang tak terelak pada sebuah hasil yang memuaskan, dalam hal ini tulisan entah itu puisi, cerpen ataupun novel. Itulah hal yang kami dapat setelah mengadakan Kopdar di sekitar Stadion Bima Cirebon. Kendati hanya dihadiri 6 anggota grup PATP[1] dan 2 orang luar, syukur sekali karena acara tersebut bisa berjalan dengan lancar, formal namun lebih ke santai.
            Beralaskan tikar serta ditemani brownies dan biskuit hasil sumbangan sukarela dari anggota, kami memulai sharing. Kebetulan Mba Linda Hartanti, senior dari kami saat itu yang dua karyanya sudah dimuat dalam majalah Story dan Gadis langsung menyodorkan kedua majalah tersebut di depan kami. Lantas antusiasme kami pun bangkit untuk membahas proses kreatif dalam menulis cerpen sehingga nantinya dapat dimuat di media. Mengenai penolakan yang tidak jelas sama sekali, info lomba, info penerbit dan lain sebagainya.
Setengah jam berlalu, kami terlalu asik dengan pembahasan kami sampai-sampai Ibu pemilik warung menghampiri kami dan menanyakan minuman apa yang hendak dipesan. Ada perasaan tidak enak di dada kami yang sempat melalaikannya padahal kami hanya numpang tempat.
Minuman yang kami pesan datang setelah beberapa menit kemudian. Hawa panas siang itu segera tersirami oleh tegukan demi tegukan. Brownies kembali dikunyah dan perbicangan pun kembali dimulai. Kami membahas satu-persatu naskah dari anggota. Ada cerpen “Lukisan Puisi Berdarah” yang ditulis oleh Neneng Alfiah, seorang pegiat theater di kampus dan tempat tinggalnya. Cerpen ini ditulis 12 November 2012, dan pernah diikutkan dalam event harian grup PATP namun sayang Sang Empu yang memagang event tersebut lupa. Dan akhirnya ada perseteruan kecil untuk menggalih ingatan kembali kapan tepatnya event tersebut.
            Karya pertama yang kami bahas ini bukanlah karya yang cukup matang yang diakui Penulisnya sendiri. Namun begitu, sebagaimana Penulis lainnya yang cenderung malas untuk menilik kembali kekurangan-kekurangan dalam tulisannya, sang Penulis nampak baru menyadari kesalahan-kesalahan tersebut ketika kami bahas bersama. Kesalahan pertama ada pada pembuka cerpen yang kurang –untuk menghindari mengatakan tidak- menarik. Pembuka cerpen yang merupakan ujung tombak nampaknya luput dari kejelian Penulis.
            Selanjutnya adalah susunan paragraf, EYD dan ada beberapa kosa kata daerah dan terbawa dalam cerpen tersebut namun kembali luput dari kejelian Penulis.
            Karya kedua masih dari penulis yang sama adalah sebuah Puisi “Kitab Penantian Sang Perawan” yang pernah diikutkan dalam event pada sebuah grup kepenulisan di facebook. Lagi-lagi Penulis begitu percaya akan diksi, rima dan kekuatan puisi tersebut. Pertanyaan mengapa puisi ini tidak lolos, masih terbenam dalam benak Penulis. Nahh, di sinilah nampaknya peran pengendapan karya begitu diperlukan. Seperti kata Sang Ketua El Fietry Jamilatul Insan (nama facebook) bahwa kita perlu mengendapkan karya kita supaya kita bisa menilai karya kita sendiri secara objektif.
Cinta adalah sebuah alasan untuk selalu kembali ke poros yang sama, meski sesuatu yang menjanjikan kerap muncul dan menggoda untuk diraih.
            Itulah penggalan kalimat pertama dalam cerpen “Persiapan Untuk Pulang” karya Mia Candra Sasmita. Sebuah pembukaan cerpen yang cukup menarik dan bisa mengikat pembaca untuk terus mengikuti cerita di bawahnya. Pun dalam karya ini terdapat beberapa kekurangan dalam segi EYD.
            Sedikit keunggulan dari cerpen yang menurut penuturan Penulisnya merupakan bagian pertama dari sebuah novel adalah adanya beberapa kalimat padat seperti pembukaan di atas. Dan satu kelemahan terdapat pada deskripsi kisah yang terlalu mendominasi keseluruhan cerita. Mungkin perlu diingatkan bahwa deskripsi pada sebuah cerpen ataupun puisi harus selalu seimbang dengan dialog atau lawan deskripsi tersebut secara deskripsi terbagi beberapa macam –suasana, perasaan, cerita, tempat, tokoh dll-. Penulisan deskripsi tersebut bisa dicontoh pada novel-novel karya Afifah Affra seperti tetralogi De Winst, Rabithah Cinta dan Katastrofa Cinta.
            “Cinta, Arti &?” adalah judul karya ketiga, sebuah puisi karya saya sendiri. Ketika pertama kali karya ini disodorkan, tiba-tiba ada pertanyaan yang terlontar dari salah satu anggota…
            “Memangnya judul seperti ini boleh?” begitu tanya Mba Linda Hartanti.
            Masih seperti kata Mba El Fietry Jamilatul Insan bahwa puisi adalah kebebasan dalam pengungkapan maka judul seperti puisi di atas tentu boleh. Bahkan ada kemungkinan puisi hanya ditulis dengan memainkan atau menggunakan tanda baca saja. Namun begitu nampaknya dalam karya ini pun ada satu kelemahan.
dari yang akhirnya dia namakan cinta
ternyata aku datang hanya dengan dua warna
hitam dan kuning,
            Perhatikan kata yang bergaris bawah di atas, perlu penjelasan lebih lanjut mengenai kenapa warna hitam dan kuning yang dipilih penulis, kenapa pula warna kuning untuk melambangkan cinta. Di sini Penulis mengambil deskripsi perasaan cinta yang dirasakan oleh tokoh utama dalam  novel TABULARASA karya Ratih Kumala, salah satu novel yang menjadi juara II pada Sayembara Novel DKJ tahun 2003. Dan hal tersebut meskipun banyak yang mengetahui namun lebih banyak yang tidak mengetahui. Saya jadi ingat dengan pembahasan yang sering saya temukan dalam majalah Horison bahwa puisi memang tidak terlepas dari latar belakang kehidupan penulisnya.
            Meski demikian puisi yang sedikit mendapat kritikan dari anggota ini, masih perlu dibenahi, secara kelemahan di atas terdapat pada bait pertama. Dan kesalahan dalam puisi meskipun itu satu namun fatal.
            Good Day Freeze dalam gelas anggota masing-masing sudah lebih dari setengahnya tandas. Angin kencang beberapa kali menerpa dengan debu-debu dan rumput kering yang mati kemudian tercerabut. Perbincangan di antara kami masih hangat. Masing-masing anggota masih mengemukakan ide dan kritiknya. Sampai pada karya terakhir yang kami bahas. Cerpen “Forbidden Love” karya Fitriyani[2] merupakan cerpen bergenre fantasi romance. Menceritakan seorang Putri Neorita yang hendak dilamar oleh Pangeran Zein yang tidak lama lagi akan memegang tampuk pemerintahan. Tapi tunggu sebentar…melihat judul yang dipilih oleh Penulis dan cerita yang disodorkan dalam cerpen tersebut sepertinya tidak cocok. Maaf saya beru menyadari hal ini saat menulis ringkasan ini. Cerpen atau novel fantasi bisa langsung terlihat atau terasa dari judul. Nahh, dari judul cerpen karya terakhir yang kami bahas tersebut apakah sudah terasa fantasinya? Bukankah lebih terasa ke arah tulisan yang bergenre romance?
            Fitriyani sepertinya harus lebih gigih lagi dalam membuat deskripsi karena hampir semua deskipsi dalam cerpen tersebut terkesan monoton seperti membuat cerita anak padahal yang dituju adalah semi dewasa. Penulis juga perlu menyiasati beberapa teknik lainnya seperti teknik plot, flashback dan lainnya yang bisa membungkus cerita menjadi menarik.
            Ide cerita yang sudah pernah ada bisa menjadi menarik ketika penulis menyiasatinya dengan sudut pandang yang lain, flashback yang tepat atau penceritaan yang pintar. Namun ide yang baru tidak akan nampak menonjol ketika dituliskan dengan datar dan monoton.
            “Memang untuk sampai pada kemampuan itu butuh proses yang tidak sebentar,” begitu kurang lebih penuturan Mba Linda Hartanti.
            Itulah akhir dari perbincangan kami. Gelas yang ada di atas meja sudah hampir semuanya kosong. Mba Linda Hartanti yang kebetulan harus pulang lebih dulu tidak sempat ikut berfoto bersama. Kami sangat menyayangkan hal itu. Waktu dzuhur masih ada, kami semua beranjak ke masjid kampus IAIN Sunan Gunung Jati Cirebon. Diakhiri dengan sholat dan doa. Alhamdulillah.


[1] Panggung Aksara Tarian Pena
[2] Ini nama asli dari ketua kami hehehe…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts