right_side

Empati Demi Surgawi

Satu Miliar Cinta

My Book.

Pengikut

My Book Cover

My Book Cover

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

Cursor

One Piece Going Merry

Widget


Minggu, 07 Desember 2014

Saat Kata Ditiupkan Nyawa




Oleh : Ade Junita
Ya, sejatinya menulis adalah mencipta sebuah dunia. Seperti layaknya dunia sesungguhnya, ada orang denga sifat, watak, rupa dan perasaannya. Ada alam yang didiami manusia itu. Juga ada manusia lain yang sejalan dengan manusia pertama atau bertentangan dengannya. Seperti itulah dunia dalam tangan penulis yang terjelmakan menjadi cerpen, puisi, drama atau novel.
Namun sebagai seorang manusia yang tak pernah lepas dari keterbatasan, kita seringkali dihadapkan pada kebuntuan. Entah dalam hal melanjutkan menulis, entah tiba-tiba kita merasa hambar dengan tulisan yang sedang kita tulis sendiri atau usaha menulis kita mentok pada penentuan tokoh, nama tokoh, latar tempat dan lain sebagainya.
Cerita –dalam hal ini cerpen- adalah jelmaan dari cerita dalam kepala penulis mengenai ‘perasaan’ dan bukan analisis ilmiah yang penuh dengan teori dan pembuktian kasusnya. Karena itu di dalam tulisan ada deskripsi perasaan dan tempat. Bagaimana cara untuk membuat deskripsi perasaan dan tempat atau waktu yang bagus?
1.      Gambarkan Bukan Ceritakan
Gambarkan berarti menuliskan hal-hal kecil dan bukan hal-hal besar yang secara kasat mata dapat dilihat. Coba kita bedakan contoh deskripsi perasaan berikut:
-          Ia menangis tersedu-sedu karena mengingat kematian ayahnya. Ia tidak bisa menerima semua ini.
-          Ada gemuruh dalam dadanya yang tak bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri, gemuruh yang memaksa ia untuk tidak menerima kenyataan di hadapannya, juga yang membuat air matanya luluh tiada henti dari kedua bola matanya.
Penggambaran perasaan seperti ini bisa juga dengan melibatkan anggota badan lainnya seperti misalnya lututnya bergetar, dada yang terisak, mata yang memerah. Trik seperti ini biasanya lebih efektif untuk membawa pembaca pada penggambaran yang kita inginkan.
Untuk membuat dekripsi tempat pun tidak jauh beda dengan itu. contoh:
-          Matahari kini tepat mengawang lurus di atas kepala. Panas yang menyengat. Kering tanpa angin sedikitpun yang menghibur. (latar waktu)
-          Asap itu terus saja mengepul memenuhi hampir setiap sudut dapur. Beberapa ikat kayu bakar teronggok di pojok. Wajan dan dua panci menggantung di tiang bambu yang turut menyangga pondasi rumah itu menjadi pemandangan sehari-hari baginya.(latar tempat)
Kendati demikian proporsi antara deskripsi perasaan dan deskripsi tempat jelas lebih banyak deskrpsi perasaan. Ini karena deskripsi tempat hanya sebagai pendukung dari sebuah cerita. Dalam kasus tertentu bisa saja penulis tidak mendeskripsikan tempat sama sekali. Atau bisa juga sebaliknya.
2.      Posisikan Diri Menjadi ‘Sang Tokoh’
Dengan memosisikan diri menjadi sang tokoh, kita bisa mengira-ngira apa yang terjadi pada perasaan tokoh yang kita buat. Seperti yang saya katakan di atas bahwa cerpen adalah jelmaan cerita dari penulis mengenai perasaan maka deskripsi lebih ditekankan pada perasaan seperti contoh di atas. Dan perasaan tersebut akan bisa benar-benar tergalih ketika kita menenggelamkan kita sendiri menjadi tokoh yang kita buat.
Kepekaan kita pada poin ini mempunyai andil yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan sang dokter yang menangani pasien dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas, saat kita menciptakan tokoh seorang dokter. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan tukang becak yang ditagih oleh anaknya sendiri untuk melunasi tunggakan uang sekolahnya, saat kita membuat tokoh tukang becak. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan seorang wanita yang patah hati karena kekasih yang dia cintai ternyata meninggal di pelukan selingkuhannya, saat kita menciptakah tokoh yang sedang patah hati.
3.      Tuliskan Apa Yang Pernah Kita Lihat Dan Kenal
Sebagai penulis pemula tentu kita sering menemukan kesulitan dalam memilih tokoh untuk mewakili cerita kita. Karena itu usahakan memilih tokoh yang pernah kita kenal baik secara dekat atau hanya kenal latar belakangnya. Atau bisa juga kita memilih tokoh yang pernah kita lihat sekilas seperti misalnya kuli angkut di pasar, sopir angkot dll. Dan jangan pernah sekali-kali kita memilih tokoh yang tidak pernah kita lihat atau kenal sama sekali. Hal ini dikarenakan cerita kita akan hambar, monoton dan tak bernyawa.
Dan untuk memperdalam pengetahuan kita pada tokoh yang kita pilih, kita juga bisa menjelajah pada dunia maya. Tentu di sana kita bisa mendapatkan banyak informasi yang bisa membuat penggambaran kita mengenai tokoh yang kita buat semakin matang.
            Akhirnya cerpen bisa dikatakan adalah nyawa kita yang terbagi. Salam Literasi.*

*Penulis adalah pegiat sastra di tanah Cirebon. Beberapa cerpennya telah dimuat dalam koran harian Radar Cirebon dan banyak diterbitkan oleh penerbit indie melalui lomba-lomba yang diadakan di facebook.

Popular Posts