right_side

Empati Demi Surgawi

Satu Miliar Cinta

My Book.

Pengikut

My Book Cover

My Book Cover

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

My Book

Cursor

One Piece Going Merry

Widget


Jumat, 11 April 2014

Catatan Kecil-Sholat (tak lagi) sebagai pembagi waktu.


Kejadiannya sore, menjelang maghrib. Saya sendiri sudah ketar-ketir untuk bersiap-siap menjalankan ibadah wajib itu. Sampai tiba-tiba ada dua anak smp -perempuan- yang minta dibantu untuk mengerjakan tugas. Seingat saya, kedua anak itu sudah bermain internet sekita dua jam. Menurut pengakuannya, mereka memang mengerjakan tugas namun komputer mati dan tugas yang dikerjakan dengan susah payah itu terpaksa terhapus.
Sebelum itu pun saya masih ingat ada Ibu-ibu mencari anaknya yang sedang ngenet di tempat saya bekerja. Namun karena si anak bilangnya masih mengerjakan tugas makanya ibu itu kembali pulang dan membiarkan anaknya terus mengerjakan tugas tersebut. Tapi... beginilah akhirnya

Saya mengerjakan tugas mereka dipandu dengan instruksi dari mereka. Ternyata tugasnya memang cukup banyak sehingga memakan waktu yang cukup banyak juga. Maghrib sudah lewat. Saya kira tugas selesai masih akan ada waktu untuk mengerjakan kewajiban saya sebagai muslim. Selama mengerjakan tugas itu pikiran saya sendiri resah, karenanya sebisa mungkin saya bekerja cepat supaya cepat selesai dan bisa sholat. Anehnya kedua anak tersebut ternyata santai saja, tidak memperlihatkan kalau mereka sedang terburu-buru karena waktu maghrib sudah mepet (padahal kelihatannya anak baik-baik lho...). Sepuluh menit berlalu, baru setengah yang selesai. Bukan karena banyaknya tapi karena kedua anak itu terlalu lama mikir, kebanyakan ragu. Dan ketika sudah 70% tugas itu selesai ada seorang lelaki paruh baya dengan kopiah hitam, baju kokoh putih dan memakai sarung.
"Sudah selesai belum tugasnya?" tanya lelaki itu pada kedua anak SMP di sebelah saya.
Jika dilihat secara sekilas mungkin tidak ada yang aneh. Namun saya sendiri terus terang merasa terkejut, pasalnya pertanyaan pertama dari lelaki berkopiah, berbaju kokoh dan memakai sarung itu bukan apakah si anak sudah sholat maghrib?
Nah, dari kesimpulan sekecil ini saja bisa menjurus pada pertanyaan lain yang mengarah pada bapaknya si anak, mungkinkah bapak yang 'agamis' itu tidak mengajarkan nilai-nilai islami pada anaknya? Seberapa pedulikah bapak itu -dan mungkin juga seluruh anggota keluarganya- pada nilai-nilai/syariat-syariat islam (pada ceita di atas, sholat)?
Pada akhirnya saya pun jadi bertanya-tanya, seperti itukah anak-anak jaman sekarang? Hidup dalam keluarga berkecukupan dengan orang tua yang mapan namun tidak terlalu mempedulikan waktu untuk sholat -saya merasa sholat sebagai pembagi waktu saya untuk bisa disiplin-.
Ini kenyataan.

Popular Posts