dan pada sebuah ranah yang terkenang
ada bening tak sempat kuutarakan
tiada sambut tak berarti tak turut
mulai dari kata yang tersimpan rapat
dalam dada, mimpi tergelar bak sajadah
itu sujud, genangkan aku
eh, bukan hanya kata tapi tingkah
seperti rangkulan senja pada bukit-bukit
pada bukit-bukit dan awan-awan itu,
sudah kau lukis satu warna
aku ingin senyum di bibirmu
aku ingin hitam di matamu
ini, kuberikan nadi untuk hidupmu
semoga bisa!
Tegalkarang, 16-12-14
21:51
Senin, 22 Desember 2014
Sabtu, 20 Desember 2014
Buku Melukis Ka'bah
Kumpulan cerpen di
dalam buku ini tercipta karena satu bentuk perhatian istimewa dari Bunda Asih
Wardhani atas keinginan seseorang untuk menginjakkan kaki ke tanah suci. Karena
kasih sayangnya, Bunda Asih ingin mewujudkan keinginan itu. Walau lewat tulisan,
rasanya jalan ke Rumah Allah semakin dekat. Di depan mata. Impian ini bukan
hanya milik satu orang saja, tapi milik kita semua. Ambil, bacalah, kemudian
bagikan kepada orang-orang terkasih.
Judul buku : Melukis
Ka'bah
Jumlah Halaman : 275
halaman
Penulis : Asih
Wardhani, dkk
cover : soft cover
ISBN :
978-602-71451-2-2
Harga : Rp. 54.900,-
Catatan Pak Isa
Alamsyah untuk 19 kisah hebat di buku ini ...
Mengunjungi tanah suci
adalah dampaan segenap muslim yang beriman.
Sayangnya sebagian
besar hanya menempatkan keinginannya berkunjung ke tanah suci hanya sebatas
mimpi tanpa bersungguh-sungguh ingin mendapatkannya.
Saya bertemu banyak
orang yang impiannya ke tanah suci terwujud hanya karena memulai dengan langkah
sederhana.
Ada seorang muslimah
yang impiannya terwujud ke tanah suci 8 tahun setelah memulai tabungannya
dengan uang logam senilai Rp 100 rupiah.
Ada seorang ustadzah
yang mendapat kesempatan ke tanah suci hanya karena sering bercerita pada
temannya betapa ia ingin mengunjungi tanah suci. Sampai akhirnya sang teman
mendengar ada peluang umroh gratis dan ia mendapatkannya.
Ada juga seorang ustadz
yang terbuka kesempatannya menuju ke mekah hanya karena sengaja mendekati
setiap orang yang akan pergi haji dan mengatakan saya sengaja dekat-dekat biar ketularan.
Akhirnya salah satu haji memberinya support untuk ke tanah haram.
Insya Allah buku ini
adalah salah satu bukti kerinduan para penulisnya untuk mengunjungi tanah suci.
Semoga saja Allah menjawab kerinduan mereka dan mengundangnya datang ke sana.
Aamiin.
Isa Alamsyah
===
Pemesanan silakan
transfer ke
Rek Bri Syariah AN.
Rina Sulistiyoningsih A/C 1020232157
Rek BCA An RIna
Sulistiyoningsih A/C 3174016254
Ayo buruan dipesan ya
... Buku ini akan beredar di toko buku kesayangan Anda mulai awal tahun.
Salam
Kontirbutor dalam Buku Melukis Ka'bah:
Kontirbutor dalam Buku Melukis Ka'bah:
Asih Wardhani, Ade Junita, Ade Ubaidil, Ajeng Maharani, Ayas Areknina, Dewi Wulansari, Fajriatun Nur, Farida Suryawati, Hanna Dafi, Ida Fitri, Ken Hanggara, Khairiyah Hasibuan, Laila Ila, Laily Putri Hasanah, N. R. Risti, Rein Haart, Rina Rinz, Robi Suganda, Siti Fitriyanti, Yhulis.
Minggu, 07 Desember 2014
Saat Kata Ditiupkan Nyawa
Oleh : Ade
Junita
Ya,
sejatinya menulis adalah mencipta sebuah dunia. Seperti layaknya dunia
sesungguhnya, ada orang denga sifat, watak, rupa dan perasaannya. Ada alam yang
didiami manusia itu. Juga ada manusia lain yang sejalan dengan manusia pertama
atau bertentangan dengannya. Seperti itulah dunia dalam tangan penulis yang
terjelmakan menjadi cerpen, puisi, drama atau novel.
Namun
sebagai seorang manusia yang tak pernah lepas dari keterbatasan, kita
seringkali dihadapkan pada kebuntuan. Entah dalam hal melanjutkan menulis,
entah tiba-tiba kita merasa hambar dengan tulisan yang sedang kita tulis
sendiri atau usaha menulis kita mentok pada penentuan tokoh, nama tokoh, latar
tempat dan lain sebagainya.
Cerita
–dalam hal ini cerpen- adalah jelmaan dari cerita dalam kepala penulis mengenai
‘perasaan’ dan bukan analisis ilmiah yang penuh dengan teori dan pembuktian
kasusnya. Karena itu di dalam tulisan ada deskripsi perasaan dan tempat.
Bagaimana cara untuk membuat deskripsi perasaan dan tempat atau waktu yang
bagus?
1. Gambarkan Bukan Ceritakan
Gambarkan
berarti menuliskan hal-hal kecil dan bukan hal-hal besar yang secara kasat mata
dapat dilihat. Coba kita bedakan contoh deskripsi perasaan berikut:
-
Ia menangis tersedu-sedu karena mengingat kematian ayahnya. Ia tidak
bisa menerima semua ini.
-
Ada gemuruh dalam dadanya yang tak bisa dikendalikan oleh dirinya
sendiri, gemuruh yang memaksa ia untuk tidak menerima kenyataan di hadapannya,
juga yang membuat air matanya luluh tiada henti dari kedua bola matanya.
Penggambaran perasaan seperti ini bisa juga dengan
melibatkan anggota badan lainnya seperti misalnya lututnya bergetar, dada yang
terisak, mata yang memerah. Trik seperti ini biasanya lebih efektif untuk
membawa pembaca pada penggambaran yang kita inginkan.
Untuk membuat dekripsi tempat pun tidak jauh beda
dengan itu. contoh:
-
Matahari kini tepat mengawang lurus di atas kepala. Panas yang
menyengat. Kering tanpa angin sedikitpun yang menghibur. (latar waktu)
-
Asap itu terus saja mengepul memenuhi hampir setiap sudut dapur.
Beberapa ikat kayu bakar teronggok di pojok. Wajan dan dua panci menggantung di
tiang bambu yang turut menyangga pondasi rumah itu menjadi pemandangan
sehari-hari baginya.(latar tempat)
Kendati demikian proporsi antara deskripsi perasaan
dan deskripsi tempat jelas lebih banyak deskrpsi perasaan. Ini karena deskripsi
tempat hanya sebagai pendukung dari sebuah cerita. Dalam kasus tertentu bisa
saja penulis tidak mendeskripsikan tempat sama sekali. Atau bisa juga sebaliknya.
2. Posisikan Diri Menjadi ‘Sang Tokoh’
Dengan
memosisikan diri menjadi sang tokoh, kita bisa mengira-ngira apa yang terjadi
pada perasaan tokoh yang kita buat. Seperti yang saya katakan di atas bahwa
cerpen adalah jelmaan cerita dari penulis mengenai perasaan maka deskripsi
lebih ditekankan pada perasaan seperti contoh di atas. Dan perasaan tersebut
akan bisa benar-benar tergalih ketika kita menenggelamkan kita sendiri menjadi
tokoh yang kita buat.
Kepekaan
kita pada poin ini mempunyai andil yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh mana kita
bisa menerawang perasaan sang dokter yang menangani pasien dengan kondisi
keuangan yang sangat terbatas, saat kita menciptakan tokoh seorang dokter.
Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan tukang becak yang ditagih oleh
anaknya sendiri untuk melunasi tunggakan uang sekolahnya, saat kita membuat
tokoh tukang becak. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan seorang wanita
yang patah hati karena kekasih yang dia cintai ternyata meninggal di pelukan
selingkuhannya, saat kita menciptakah tokoh yang sedang patah hati.
3. Tuliskan Apa Yang Pernah Kita Lihat Dan Kenal
Sebagai
penulis pemula tentu kita sering menemukan kesulitan dalam memilih tokoh untuk
mewakili cerita kita. Karena itu usahakan memilih tokoh yang pernah kita kenal
baik secara dekat atau hanya kenal latar belakangnya. Atau bisa juga kita
memilih tokoh yang pernah kita lihat sekilas seperti misalnya kuli angkut di
pasar, sopir angkot dll. Dan jangan pernah sekali-kali kita memilih tokoh yang
tidak pernah kita lihat atau kenal sama sekali. Hal ini dikarenakan cerita kita
akan hambar, monoton dan tak bernyawa.
Dan untuk
memperdalam pengetahuan kita pada tokoh yang kita pilih, kita juga bisa
menjelajah pada dunia maya. Tentu di sana kita bisa mendapatkan banyak informasi
yang bisa membuat penggambaran kita mengenai tokoh yang kita buat semakin
matang.
Akhirnya cerpen bisa dikatakan
adalah nyawa kita yang terbagi. Salam Literasi.*
*Penulis adalah pegiat
sastra di tanah Cirebon. Beberapa cerpennya telah dimuat dalam koran harian
Radar Cirebon dan banyak diterbitkan oleh penerbit indie melalui lomba-lomba
yang diadakan di facebook.
Jumat, 08 Agustus 2014
Undangan Teristimewa (Bukan Fiksi)
Pernah kita menerima undangan dari
seorang yang kita kenal dan orang itu mempunyai pangkat atau orang itu jauh
lebih kaya dari kita? Mungkin ada yang belum dan ada yang sudah. Tapi mari kita
bayangkan diri kita mendapat undangan dari orang tersebut yang datang langsung
ke rumah kita hanya untuk mengantarkan undangannya. Kemudian dengan senyum yang
tidak dibuat-buat orang tersebut masih menganggap kita adalah orang yang dekat
dengannya. Tentu kita akan senang mempunyai teman seperti itu.
Namun sayangnya, tanpa kita sadari
kita senang dibuai kenyamanan yang memanjakan seperti contoh cerita tadi. Kita
senang jika kita dilayani dan bukan melayani. Kita senang jika orang lain
mengenal kita dan menganggap kita orang yang dekat dengannya tanpa melihat
sudah sampai mana kita berusaha bersikap ramah pada setiap orang meski orang
tersebut sering kali membuat amarah kita memuncak.
Begitulah manusia. Ia mudah luput.
Dan yang lebih fatal lagi, seringkali kita menyelepekan sebuah undangan yang
paling istimewa dalam hidup kita. Sebuah undangan yang tak pernah lelah
dikirimkanNya hanya untuk kita. Sebuah undangan yang sebenarnya membuat kita
istimewa. Sebuah undangan yang sangat kita butuhkan. Ya, itulah adzan.
Betapa pemurahNya Alloh kepada kita,
padahal kita lebih sering malas untuk bergegas ke masjid saat adzan
dikumandangkan. Begitu penyayangnya Alloh kepada kita, padahal kita lebih
sering menunda-nunda untuk menemuiNya dan bercakap-cakap denganNya. Begitu
mulianya Alloh kepada kita, padahal kita lebih sering pura-pura tidak dengar
saat adzan dikumandangkan.
Tak ada undangan yang paling istimewa
di dunia ini selain undangan dariNya. Saat kita menyambut undanganNya, Alloh
yang langsung menemui kita tanpa perantara lain. DiajakNya kita bercengkrama
melalui ayat dan kalam suci dalam takbir, ruku', i'tidal, sujud bahkan sampai
salam tak lepas Alloh mengajak kita bercengkrama.
Tak ada di dunia ini yang memuliakan
seorang tamu sebegitu terhormatnya kecuali Alloh, padahal kita hanya sepuhan
debu di antara kekuasaannya. DijadikanNya kita kembali bersih dari noda :
"Sesungguhnya apabila seorang muslim
menunaikan shalatnya semata-mata karena Allah, maka dosa-dosanya akan
berguguran sebagaimana daun-daun ini gugur dari rantingnya." (Ahmad-
At-Targhib)
Tak ada di dunia ini yang begitu
pedulinya ia pada tamunya kecuali Alloh, dibuatNya kita menjadi pribadi yang
bersih bukan hanya sebelum kita menemuiNya tapi juga setelah kita menemuiNya :
“Tahukah
kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara
kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan
tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa
sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah
menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Bahkan saking sayangnya Alloh pada
kita ia menjaga pribadi dan hati kita saat kita sudah sibuk dengan dunia kita :
Dari Ibnu Mas'ud ra. dari Rasulullah saw. sesungguhnya beliau bersabda,
"Setiap tiba waktu shalat diutuslah seorang penyeru (malaikat), lalu ia
berseru, "Wahai anak Adam, berdirilah dan padamkanlah api yang telah
engkau nyalakan untuk membakar dirimu." Maka orang-orangpun berdiri dan
berwudu kemudian mengerjakan shalat zhuhur, maka Allah mengampuni dosa mereka
diantara keduanya (dari subuh hingga zhuhur), begitu pula jika tiba waktu
shalat ashar, maghrib dan isya. Sesudah isya orang-orangpun tidur. (Thabrani - At-Targhib)
Ya Alloh..., sungguh Engkau begitu peduli pada kami padahal seringkali pikiran kami luput dariMu.
Ighfir ya Alloh... Aamiin
Ya Alloh..., sungguh Engkau begitu peduli pada kami padahal seringkali pikiran kami luput dariMu.
Ighfir ya Alloh... Aamiin
Senin, 04 Agustus 2014
Mengenai Tulisan dan Proses
“Menjamu Kopdar dengan
Cerpen dan Puisi”
Proses, betapa tidak bisa
dipungkirinya menjadi hal yang tak terelak pada sebuah hasil yang memuaskan,
dalam hal ini tulisan entah itu puisi, cerpen ataupun novel. Itulah hal yang
kami dapat setelah mengadakan Kopdar di sekitar Stadion Bima Cirebon. Kendati
hanya dihadiri 6 anggota grup PATP[1]
dan 2 orang luar, syukur sekali karena acara tersebut bisa berjalan dengan
lancar, formal namun lebih ke santai.
Beralaskan
tikar serta ditemani brownies dan biskuit hasil sumbangan sukarela dari anggota,
kami memulai sharing. Kebetulan Mba Linda Hartanti, senior dari kami saat itu
yang dua karyanya sudah dimuat dalam majalah Story dan Gadis langsung
menyodorkan kedua majalah tersebut di depan kami. Lantas antusiasme kami pun bangkit
untuk membahas proses kreatif dalam menulis cerpen sehingga nantinya dapat dimuat di
media. Mengenai penolakan yang tidak jelas sama sekali, info lomba, info
penerbit dan lain sebagainya.
Setengah jam
berlalu, kami terlalu asik dengan pembahasan kami sampai-sampai Ibu pemilik
warung menghampiri kami dan menanyakan minuman apa yang hendak dipesan. Ada
perasaan tidak enak di dada kami yang sempat melalaikannya padahal kami hanya numpang
tempat.
Minuman yang kami pesan datang setelah beberapa menit kemudian. Hawa panas siang itu
segera tersirami oleh tegukan demi tegukan. Brownies kembali dikunyah dan
perbicangan pun kembali dimulai. Kami membahas satu-persatu naskah dari
anggota. Ada cerpen “Lukisan Puisi Berdarah” yang ditulis oleh Neneng Alfiah,
seorang pegiat theater di kampus dan tempat tinggalnya. Cerpen ini ditulis 12
November 2012, dan pernah diikutkan dalam event harian grup PATP namun sayang
Sang Empu yang memagang event tersebut lupa. Dan akhirnya ada perseteruan kecil
untuk menggalih ingatan kembali kapan tepatnya event tersebut.
Karya
pertama yang kami bahas ini bukanlah karya yang cukup matang yang diakui
Penulisnya sendiri. Namun begitu, sebagaimana Penulis lainnya yang cenderung
malas untuk menilik kembali kekurangan-kekurangan dalam tulisannya, sang
Penulis nampak baru menyadari kesalahan-kesalahan tersebut ketika kami bahas
bersama. Kesalahan pertama ada pada pembuka cerpen yang kurang –untuk
menghindari mengatakan tidak- menarik. Pembuka cerpen yang merupakan ujung tombak
nampaknya luput dari kejelian Penulis.
Selanjutnya
adalah susunan paragraf, EYD dan ada beberapa kosa kata daerah dan terbawa
dalam cerpen tersebut namun kembali luput dari kejelian Penulis.
Karya
kedua masih dari penulis yang sama adalah sebuah Puisi “Kitab Penantian Sang
Perawan” yang pernah diikutkan dalam event pada sebuah grup kepenulisan di
facebook. Lagi-lagi Penulis begitu percaya akan diksi, rima dan kekuatan puisi
tersebut. Pertanyaan mengapa puisi ini tidak lolos, masih terbenam dalam benak
Penulis. Nahh, di sinilah nampaknya peran pengendapan karya begitu diperlukan.
Seperti kata Sang Ketua El Fietry Jamilatul Insan (nama facebook) bahwa kita
perlu mengendapkan karya kita supaya kita bisa menilai karya kita sendiri
secara objektif.
Cinta
adalah sebuah alasan untuk selalu kembali ke poros yang sama, meski sesuatu
yang menjanjikan kerap muncul dan menggoda untuk diraih.
Itulah
penggalan kalimat pertama dalam cerpen “Persiapan Untuk Pulang” karya Mia
Candra Sasmita. Sebuah pembukaan cerpen yang cukup menarik dan bisa mengikat
pembaca untuk terus mengikuti cerita di bawahnya. Pun dalam karya ini terdapat
beberapa kekurangan dalam segi EYD.
Sedikit
keunggulan dari cerpen yang menurut penuturan Penulisnya merupakan bagian pertama
dari sebuah novel adalah adanya beberapa kalimat padat seperti pembukaan di
atas. Dan satu kelemahan terdapat pada deskripsi kisah yang terlalu mendominasi
keseluruhan cerita. Mungkin perlu diingatkan bahwa deskripsi pada sebuah cerpen
ataupun puisi harus selalu seimbang dengan dialog atau lawan deskripsi tersebut
secara deskripsi terbagi beberapa macam –suasana, perasaan, cerita, tempat,
tokoh dll-. Penulisan deskripsi tersebut bisa dicontoh pada novel-novel karya
Afifah Affra seperti tetralogi De Winst, Rabithah Cinta dan Katastrofa Cinta.
“Cinta,
Arti &?” adalah judul karya ketiga, sebuah puisi karya saya sendiri. Ketika
pertama kali karya ini disodorkan, tiba-tiba ada pertanyaan yang terlontar dari
salah satu anggota…
“Memangnya
judul seperti ini boleh?” begitu tanya Mba Linda Hartanti.
Masih
seperti kata Mba El Fietry Jamilatul Insan bahwa puisi adalah kebebasan dalam
pengungkapan maka judul seperti puisi di atas tentu boleh. Bahkan ada
kemungkinan puisi hanya ditulis dengan memainkan atau menggunakan tanda baca
saja. Namun begitu nampaknya dalam karya ini pun ada satu kelemahan.
dari
yang akhirnya dia namakan cinta
ternyata
aku datang hanya dengan dua warna
hitam
dan kuning,
Perhatikan
kata yang bergaris bawah di atas, perlu penjelasan lebih lanjut mengenai kenapa
warna hitam dan kuning yang dipilih penulis, kenapa pula warna kuning untuk
melambangkan cinta. Di sini Penulis mengambil deskripsi perasaan cinta yang
dirasakan oleh tokoh utama dalam novel
TABULARASA karya Ratih Kumala, salah satu novel yang menjadi juara II pada
Sayembara Novel DKJ tahun 2003. Dan hal tersebut meskipun banyak yang
mengetahui namun lebih banyak yang tidak mengetahui. Saya jadi ingat dengan
pembahasan yang sering saya temukan dalam majalah Horison bahwa puisi memang
tidak terlepas dari latar belakang kehidupan penulisnya.
Meski
demikian puisi yang sedikit mendapat kritikan dari anggota ini, masih perlu
dibenahi, secara kelemahan di atas terdapat pada bait pertama. Dan kesalahan
dalam puisi meskipun itu satu namun fatal.
Good
Day Freeze dalam gelas anggota masing-masing sudah lebih dari setengahnya
tandas. Angin kencang beberapa kali menerpa dengan debu-debu dan rumput kering
yang mati kemudian tercerabut. Perbincangan di antara kami masih hangat.
Masing-masing anggota masih mengemukakan ide dan kritiknya. Sampai pada karya
terakhir yang kami bahas. Cerpen “Forbidden Love” karya Fitriyani[2]
merupakan cerpen bergenre fantasi romance. Menceritakan seorang Putri Neorita
yang hendak dilamar oleh Pangeran Zein yang tidak lama lagi akan memegang tampuk
pemerintahan. Tapi tunggu sebentar…melihat judul yang dipilih oleh Penulis dan
cerita yang disodorkan dalam cerpen tersebut sepertinya tidak cocok. Maaf saya
beru menyadari hal ini saat menulis ringkasan ini. Cerpen atau novel fantasi
bisa langsung terlihat atau terasa dari judul. Nahh, dari judul cerpen karya
terakhir yang kami bahas tersebut apakah sudah terasa fantasinya? Bukankah
lebih terasa ke arah tulisan yang bergenre romance?
Fitriyani
sepertinya harus lebih gigih lagi dalam membuat deskripsi karena hampir semua
deskipsi dalam cerpen tersebut terkesan monoton seperti membuat cerita anak
padahal yang dituju adalah semi dewasa. Penulis juga perlu menyiasati beberapa
teknik lainnya seperti teknik plot, flashback dan lainnya yang bisa membungkus cerita
menjadi menarik.
Ide
cerita yang sudah pernah ada bisa menjadi menarik ketika penulis menyiasatinya
dengan sudut pandang yang lain, flashback yang tepat atau penceritaan yang
pintar. Namun ide yang baru tidak akan nampak menonjol ketika dituliskan dengan
datar dan monoton.
“Memang
untuk sampai pada kemampuan itu butuh proses yang tidak sebentar,” begitu
kurang lebih penuturan Mba Linda Hartanti.
Itulah
akhir dari perbincangan kami. Gelas yang ada di atas meja sudah hampir semuanya
kosong. Mba Linda Hartanti yang kebetulan harus pulang lebih dulu tidak sempat
ikut berfoto bersama. Kami sangat menyayangkan hal itu. Waktu dzuhur masih ada,
kami semua beranjak ke masjid kampus IAIN Sunan Gunung Jati Cirebon. Diakhiri
dengan sholat dan doa. Alhamdulillah.
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Begitu sering -nyaris setiap hari – kita mendengar kabar kecelakaan lalu lintas, yang tak jarang pula mesti merenggut nyawa. Mun...
-
untuk sebuah arti dari rasa yang tenggelam di dasar pusara hati entah kapan ia bisa bangkit dan memanja dari persemayaman yang selalu ter...
-
Oleh : Ade Junita Ya, sejatinya menulis adalah mencipta sebuah dunia. Seperti layaknya dunia sesungguhnya, ada orang denga sifat, w...
-
Pernah kita menerima undangan dari seorang yang kita kenal dan orang itu mempunyai pangkat atau orang itu jauh lebih kaya dari kita? Mun...
-
Senja menenggak ranumnya dengan perlahan di balik kaca jendela bus yang aku tumpangi sore ini. Baru kali ini aku bisa lagi menikmati ind...
-
Bertambah lagi. Bagi Darjo detik-detik saat menuliskan jejeran angka itu adalah rasa yang lebih memerihkan , dibanding saa...
-
Oleh: Ade Junita Judul buku : Sayap-Sayap Sakinah Penulis : Afifah Afra & Riawani Elyt...
-
tegalkarang: Tegalkarang (blok sitalang) : Tegalkarang adalah nama desa di kecamatan palimanan kab.cirebon . Propinsi jawa barat. Nama bl...
-
Ini Puisi aku ingin buat puisi dari ujung resah karena mendambamu sampai patah dan kita pisah biar ini puisi terbengkalai ...
-
Ala Bisa Karena Biasa (Hanya untuk yang suka menulis) Peribahasa/ungkapan tersebut lebih menyatakan bahwa segala sesuatu bertahap en...