Begini ceritanya, suatu saat ketika saya silaturahim
ke rumah teman kenalan, bisa dibilang sohib juga. Saya dengan teman saya ini
sudah lama tidak ketemu. Lantas ketika saya dijemput sama sohib dengan motor,
saya nurut tuh mau di bawa ke mana, secara saya belum tahu rumah baru dia di
mana. Sampai beberapa menit karena memang siang itu lagi panas-panasnya,
dibelokkanlah motor yang kami duduki dengan dia ke sebuah café atau warung yang
khusus menyediakan minuman.
“Kita minum
dulu yuk!” ajak dia sambil turun. Saya ngikut saja. Toh yang bayar pasti dia
ini.
Singkat cerita tenggorokan kami udah dialiri air segar
dan dahaga pun hilang seketika. Dia pun membayar minuman kami. Pas saya lihat
dia menyodorkan uang 50 ribuan untuk membayar kedua minuman kami tadi. Nahh
bagi saya yang tidak biasa mengeluarkan uang 50 hanya untuk sebuah minuman kan
kerasa agak berat. Bukan apa-apanya tapi kalau cuma buat ngilangin dahaga kan
bisa tuh beli air mineral di warung pinggir jalan seharga 3 ribu, paling mahal
mungkin 5 ribu itupun kalau tukang warungnya nakal.
Abis itu udah saya lewatin tidak dipikirin lagi.
Akhirnya kami berangkat lagi, ternyata tidak sampai dua menit kami sampai di
rumah sohib saya ini. Saya dibikin geleng-geleng nih. Kok hanya karena haus
saja dia mudah mengeluarkan uang padahal jarak ke rumahnya tinggal beberapa
meter lagi. Mungkin mentang-mentang karirnya udah matang kali.
Sampai ketika kami ngobrol, ditengah-tengah
pembicaraan dia mengeluh karena cicilan rumahnya belum kelar malah katanya
nunggak.
Oke, sampai di sini kita bisa melihat betapa mudah
terlenanya seseorang dengan ‘kecukupan’. Saya juga berpikir bahwa yang membuat
seseorang merasa cukup atau tidak adalah gaya hidupnya. Mari kita bayangkan
jika sohib saya ini merubah gaya hidupnya. Dia bisa membelokkan uang yang biasa
ia gunakan dengan sia-sia seperti cerita di atas untuk menabung. Kenapa saya
bilang sia-sia? karena toh sebenarnya masih ada banyak alternative untuk
mengatasi rasa hausnya itu. Bisa beli air mineral seperti yang saya katakana di
atas atau yang lebih murah lagi adalah tunggu sampai tiba di rumah. Kan kalau
sudah sampai rumah bisa minum sepuasnya bahkan kalau galonnya mau diminum
sekalian juga tidak ada yang melarang kan?
Hal seperti ini bukan berarti irit atau pelit. Tapi
melatih diri untuk tidak mudah menyerah, untuk tidak cengeng, untuk menekan
gengsinya –bisa jadi ia memilih mampir ke café karena gengsi-.
Dan memang sebenarnya kalau kita tidak malas, banyak
kok alternative untuk melatih diri kita supaya menjadi pribadi yang tangguh dan
tidak cengeng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar