Sepulang dari negri
formosa kemarin, aku memang sedikit kaget dengan kondisi negri sendiri. Padahal
belum juga genap 2 tahun di negeri sebrang. Maklumlah, karena tatanan kota di
negeri formosa begitu rapih sampai ke pelosok-pelosoknya. Tak ada itu jalan
tanah, semua pake aspal. Apalagi sampah perumahan di sana benar-benar
diperhatikan. Setiap sore ada 2 mobil sampah yang rutin mengelilingi setiap
rumah dari yang pinggir jalan besar sampai yang di pelosok. Tak ada itu alasan
ketinggalan mobil terus sampahnya jadi nimbun.
Lah pas kemarin pulang
sampai Jakarta, dari bandara lanjut ke Kampung Rambutan rasanya kok tak ada
perubahan sedari 2 tahun lalu. Jangan tanya mengapa.
Setelah 2 hari di rumah,
adik sepupu yang sudah hampir 1 tahun tak bekerja mendadak minta bantuan untuk
di antar ke Kantor Polsek. Untuk memperpanjang SKCK katanya. Kok mendadak?
tanyaku. Dapat infonya juga mendadak soalnya, begitu ia menjawab.
Selama dalam perjalanan
itulah dia sempat ngobrol. Sayang sekali kalau lowongan kerjaan itu terlewat.
Makaya dia sebisa mungkin ikut melamar di sana. Dari nada bicaranya, sepupuku
ini memang cocok bekerja di sana. Nyaman bekerja di sana. Tapi tidak tahu juga,
apa karena nyaman di satu tempat itu kemudian dia jadi tidak sungguh-sungguh
mencoba cari pekerjaan di tempat lain.
Karena itu, setelah
datang ke kantor tapi ternyata sudah tutup karena kesorean, dia agak kecewa.
Tapi karena merasa sangat butuh dengan kerjaan di pabrik itu, sepupuku ini yang
sudah beberapa kali kerja di pabrik tersebut dengan setiap kontrak cuma 6
bulan, akhirnya berangkat juga malamnya. Dengan harapan, biarpun SKCK sudah
tidak berlaku semoga saja bisa diterima.
Kalau dipikir-pikir ya,
ritme kerja yang singkat seperti itu, ditambah uang yang hanya bisa disimpan
sedikit karena gaya hidup dan biaya lainnya maka kita hanya membiarkan diri
kita bergantung pada orang lain. Hidup jadi tidak bebas. Potensi jadi tidak
terasah. Padahal kelak, mau tak mau kita harus berjuang sendiri untuk terus
bertahan hidup dan membuat hidup sendiri nyaman. Tidak terus-terusan bergantung
pada orang lain.
Setiap kita punya
potensi, sodara. Kita hanya perlu giat dan tidak mudah putus asa. Memang sih,
kalau usaha sendiri banyakan mentoknya. Ya modallah. Ya omongan oranglah. Ya
orang tua yang pesimislah. Atau hal-hal lainnya yang semakin memojokkan kita
untuk bekerja pada orang lain saja.
Tapi dan sekali lagi
tapi, Sodara juga harus tahu kalau cerita mengenai orang yang menjadi kuli pada
orang lain tanpa dibarengi hidup prihatin, gemar menabung pada akhirnya hanya
gali lobang tutup lobang. Kerja hari ini hanya cukup untuk hari ini. Memang sih
tak buruk juga. Tapi kalau hari ini kita tidak lebih baik dari kemarin kan sama
saja rugi. Artinya, kita harus bisa melakukan peningkatan kualitas hidup. (Udah
kaya motivator belum? Hehehe)
Sodara juga harus tahu,
di kota-kota sana, tempat hidupnya masyarakat kelas menengah ke atas, banyak
itu diadakan workshop kewirausahaan. Pembicaranya pun tidak sembarangan. Untuk
ikut hadir dan mengambil ilmunya juga perlu biaya. Artinya banyak orang yang
ingin sukses dengan usaha sendiri karena sudah capek kerja ikut orang lain.
Karena sudah capek kerja mondar-mandir, pusing tujuh keliling dalam waktu yang
lama tapi kok taraf hidupnya hanya berjalan kaya siput. Artinya juga,
kemungkinan untuk sukses dengan usaha sendiri itu masih banyak dan terbuka
lebar.
Wake up, sodara. Setiap
kita sudah punya potensi. Karena itu setiap kita juga pasti bisa. Aku sendiri
memang belum sukses. Masih jadi orang kecil. Tapi mending optimis dengan masa
depan dari usaha sendiri daripada optimis di bawah bayang-bayang usaha orang
lain, kan?
Dengan bismillah dan
terus optimis. Insya Allah.
Tegalkarang, 140717
Tidak ada komentar:
Posting Komentar