Pada dasarnya, lirik
lagu (dan termasuk lagu itu sendiri) memuat pesan yang ingin disampaikan oleh
pencipta/penemu ide kepada pendengar sekaligus penikmat musik. Karena tidak
bisa dipungkiri bahwa syair yang digubah menjadi lirik lagu merupakan karya
sastra yang mana memiliki fungsi utama dulce
et utile atau sweet and useful[1] (mikics,
2007:95). Dengan kata lain karya sastra (dalam hal ini lirik lagu) mempunyai
fungsi menghibur sekaligus mendidik -menyampaikan pesan-. Sedangkan lagu
memiliki fungsi sebagai pengobar semangat, mempermainkan emosi dan perasaan
seseorang dengan tujuan menanamkan sikap atau nilai yang kemudian dapat
dirasakan orang sebagai hal yang wajar, benar dan tepat[2].
Menilik pada kedua
fungsi awal di atas maka lagu mempunyai peranan sangat penting bagi
perkembangan zaman.
Hingga kemudian seiring
berkembangnya zaman, lagu berubah fungsi menjadi semacam hiburan belaka. Dari
sini pesan yang hendak disampaikan pun ikut terasingkan seiring fungsi lagu
yang bergeser. Dengan lebih banyaknya jenis alat musik yang mengiringi, pesan yang
tersemat dalam lirik pun perlahan terabaikan. Ditambah dengan kebutuhan
masyarakat pada hiburan yang semakin mendesak membuat minat untuk menilik lebih
dalam sebuah lagu, sedikit demi sedikit terlupakan.
Hal ini kemudian
semakin nampak dengan bermunculannya lagu ber-lirik nasihat-nasihat sederhana
nan penting tetapi diiringi musik yang hanya menuruti minat pasar. Di satu sisi
langkah tersebut memang menjadi jalan mudah untuk menyampaikan pesan pada
masyarakat lewat lagu. Di sisi lain pesan yang ingin disampaikan melalui lagu
tersebut malah menjadi tumpul dan tak mempunyai taring sama sekali. Bahkan langkah
tersebut malah berbalik menjadi perangkap bagi pesan itu sendiri. Masyarakat
lantang menyanyikan lagu tersebut tanpa ada sedikitpun keinginan untuk
merealisasikan pesannya.
Salah satu lagu yang
menjadi ciri tumpulnya fungsi utama adalah Oplosan yang mulai melejit semenjak
dinyanyikan oleh Soimah dalam salah satu acara televisi swasta. Lagu tersebut
memang berhasil menyedot perhatian berbagai lapisan masyarakat. Namun sampai
saat tulisan ini dibuat tidak pernah ada berita mengenai orang yang benar-benar
meninggalkan kebiasaan buruknya setelah menerima nasihat dari lagu Oplosan.
Padahal jika menilik kembali ke lirik lagunya, jelas-jelas mengatakan
‘sayangilah nyawamu’, ‘apa tidak sayang uangmu?’, ‘tutuplah botolnya karena
tidak ada gunanya’.
Contoh lainnya adalah Cintai
Aku Karena Allah. Lagu dengan lirik yang menganjurkan untuk mencintai orang
lain (lawan jenis) karena Allah ini diiringi dengan musik dangdut modern
sehingga disukai oleh banyak kalangan masyarakat. Tapi sayang sekali jika
melihat penggemar lagu ini yang hanya menyanyikannya tanpa ikut terdorong untuk
merealisasikan dalam kehidupannya (baca: tidak lagi pacaran).
Ketumpulan fungsi lagu
ini memang tidak sepenuhnya disebabkan perkembangan zaman. Banyak hal lain yang
ikut andil di dalamnya, termasuk tingkat kepedulian pencipta lagu itu sendiri
pada kesadaran masyarakat. Hanya saja upaya untuk menyelaraskan variasi musik
dengan isi lirik nampaknya akan mampu menempatkan kembali lagu pada fungsi
utamanya.
Meskipun demikian,
memang ada beberapa lagu yang masih berfungsi sebegaimana mestinya. Katakanlah
misalnya lagu-lagu karangan Maher Zain, Ebiet G. Ade, Hadad Alwi dan lainnya,
yang tetap konsisten untuk mengutamakan pesan dalam lirik lagu dengan diimbangi
variasi musik yang mengikuti perkembangan zaman.