Oleh : Ade
Junita
Ya,
sejatinya menulis adalah mencipta sebuah dunia. Seperti layaknya dunia
sesungguhnya, ada orang denga sifat, watak, rupa dan perasaannya. Ada alam yang
didiami manusia itu. Juga ada manusia lain yang sejalan dengan manusia pertama
atau bertentangan dengannya. Seperti itulah dunia dalam tangan penulis yang
terjelmakan menjadi cerpen, puisi, drama atau novel.
Namun
sebagai seorang manusia yang tak pernah lepas dari keterbatasan, kita
seringkali dihadapkan pada kebuntuan. Entah dalam hal melanjutkan menulis,
entah tiba-tiba kita merasa hambar dengan tulisan yang sedang kita tulis
sendiri atau usaha menulis kita mentok pada penentuan tokoh, nama tokoh, latar
tempat dan lain sebagainya.
Cerita
–dalam hal ini cerpen- adalah jelmaan dari cerita dalam kepala penulis mengenai
‘perasaan’ dan bukan analisis ilmiah yang penuh dengan teori dan pembuktian
kasusnya. Karena itu di dalam tulisan ada deskripsi perasaan dan tempat.
Bagaimana cara untuk membuat deskripsi perasaan dan tempat atau waktu yang
bagus?
1. Gambarkan Bukan Ceritakan
Gambarkan
berarti menuliskan hal-hal kecil dan bukan hal-hal besar yang secara kasat mata
dapat dilihat. Coba kita bedakan contoh deskripsi perasaan berikut:
-
Ia menangis tersedu-sedu karena mengingat kematian ayahnya. Ia tidak
bisa menerima semua ini.
-
Ada gemuruh dalam dadanya yang tak bisa dikendalikan oleh dirinya
sendiri, gemuruh yang memaksa ia untuk tidak menerima kenyataan di hadapannya,
juga yang membuat air matanya luluh tiada henti dari kedua bola matanya.
Penggambaran perasaan seperti ini bisa juga dengan
melibatkan anggota badan lainnya seperti misalnya lututnya bergetar, dada yang
terisak, mata yang memerah. Trik seperti ini biasanya lebih efektif untuk
membawa pembaca pada penggambaran yang kita inginkan.
Untuk membuat dekripsi tempat pun tidak jauh beda
dengan itu. contoh:
-
Matahari kini tepat mengawang lurus di atas kepala. Panas yang
menyengat. Kering tanpa angin sedikitpun yang menghibur. (latar waktu)
-
Asap itu terus saja mengepul memenuhi hampir setiap sudut dapur.
Beberapa ikat kayu bakar teronggok di pojok. Wajan dan dua panci menggantung di
tiang bambu yang turut menyangga pondasi rumah itu menjadi pemandangan
sehari-hari baginya.(latar tempat)
Kendati demikian proporsi antara deskripsi perasaan
dan deskripsi tempat jelas lebih banyak deskrpsi perasaan. Ini karena deskripsi
tempat hanya sebagai pendukung dari sebuah cerita. Dalam kasus tertentu bisa
saja penulis tidak mendeskripsikan tempat sama sekali. Atau bisa juga sebaliknya.
2. Posisikan Diri Menjadi ‘Sang Tokoh’
Dengan
memosisikan diri menjadi sang tokoh, kita bisa mengira-ngira apa yang terjadi
pada perasaan tokoh yang kita buat. Seperti yang saya katakan di atas bahwa
cerpen adalah jelmaan cerita dari penulis mengenai perasaan maka deskripsi
lebih ditekankan pada perasaan seperti contoh di atas. Dan perasaan tersebut
akan bisa benar-benar tergalih ketika kita menenggelamkan kita sendiri menjadi
tokoh yang kita buat.
Kepekaan
kita pada poin ini mempunyai andil yang tidak bisa dipungkiri. Sejauh mana kita
bisa menerawang perasaan sang dokter yang menangani pasien dengan kondisi
keuangan yang sangat terbatas, saat kita menciptakan tokoh seorang dokter.
Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan tukang becak yang ditagih oleh
anaknya sendiri untuk melunasi tunggakan uang sekolahnya, saat kita membuat
tokoh tukang becak. Sejauh mana kita bisa menerawang perasaan seorang wanita
yang patah hati karena kekasih yang dia cintai ternyata meninggal di pelukan
selingkuhannya, saat kita menciptakah tokoh yang sedang patah hati.
3. Tuliskan Apa Yang Pernah Kita Lihat Dan Kenal
Sebagai
penulis pemula tentu kita sering menemukan kesulitan dalam memilih tokoh untuk
mewakili cerita kita. Karena itu usahakan memilih tokoh yang pernah kita kenal
baik secara dekat atau hanya kenal latar belakangnya. Atau bisa juga kita
memilih tokoh yang pernah kita lihat sekilas seperti misalnya kuli angkut di
pasar, sopir angkot dll. Dan jangan pernah sekali-kali kita memilih tokoh yang
tidak pernah kita lihat atau kenal sama sekali. Hal ini dikarenakan cerita kita
akan hambar, monoton dan tak bernyawa.
Dan untuk
memperdalam pengetahuan kita pada tokoh yang kita pilih, kita juga bisa
menjelajah pada dunia maya. Tentu di sana kita bisa mendapatkan banyak informasi
yang bisa membuat penggambaran kita mengenai tokoh yang kita buat semakin
matang.
Akhirnya cerpen bisa dikatakan
adalah nyawa kita yang terbagi. Salam Literasi.*
*Penulis adalah pegiat
sastra di tanah Cirebon. Beberapa cerpennya telah dimuat dalam koran harian
Radar Cirebon dan banyak diterbitkan oleh penerbit indie melalui lomba-lomba
yang diadakan di facebook.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar